Dua Orangutan Rehabilitasi YPOS Kembali ke Alam Liar

Petugas membawa dua Orangutan sebelum dilepasliarkan di Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat oleh BKSDA Kementerian Kehutanan (Foto: Kemenhut)
WARTAFLASHM.COM,KALBAR – Dua orangutan hasil rehabilitasi Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS) resmi dilepasliarkan ke kawasan Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat. Keduanya adalah Artemis dan Gieke, yang dilepas oleh Kementerian Kehutanan setelah dinilai siap hidup mandiri di alam.
Keistimewaan pelepasliaran kali ini adalah asal-usul kedua satwa tersebut. Artemis dan Gieke bukan ditemukan dari hutan, melainkan lahir dan tumbuh di Sekolah Hutan Jerora YPOS di Sintang. Artemis lahir pada 1 April 2019 dan kini berusia 6 tahun 4 bulan, sementara Gieke lahir pada 11 Oktober 2018 dengan usia 6 tahun 10 bulan.
Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Murlan Dameria Pane, menjelaskan bahwa keduanya sudah mampu bertahan di alam liar. “Mereka bisa mencari pakan alami, menjelajah, hingga membuat sarang sendiri tanpa bantuan manusia,” ujarnya, Jumat (21/11/2025).
Perjalanan menuju lokasi pelepasliaran cukup panjang: delapan jam menempuh jalur darat dari Sintang ke Putussibau, kemudian tiga jam perjalanan sungai menuju Stasiun Pelepasliaran Mentibat. Setelah itu, Artemis dan Gieke menjalani habituasi semalam serta pemeriksaan kesehatan sebelum dibawa lagi satu jam ke Sungai Rongun, tempat keduanya akhirnya dilepas ke hutan.
Menurut Murlan, langkah ini menjadi bagian penting dalam upaya memulihkan populasi orangutan Kalimantan yang berstatus Kritis. Ia menegaskan bahwa keberhasilan program konservasi sangat bergantung pada kerja sama antar-lembaga serta dukungan masyarakat.
Pelepasliaran Artemis dan Gieke tercatat sebagai yang ke-17 sejak program dimulai pada 2017. Total 37 orangutan rehabilitasi dan satu individu translokasi kini telah kembali menghuni Taman Nasional Betung Kerihun.
Kepala Balai Besar TNBKDS, Sadtata Noor Adirahmanta, memastikan pemantauan intensif akan dilakukan selama tiga bulan menggunakan metode nest-to-nest. Ia juga menekankan pentingnya peran masyarakat sebagai bagian terdepan dalam menjaga kelestarian hutan.
Pelepasliaran ini menegaskan bahwa upaya penyelamatan orangutan tak hanya bergantung pada aspek teknis, tetapi juga kolaborasi dan kepedulian publik demi masa depan hutan Kalimantan.






